top of page
Search
  • Rebecca Leppard (admin)

Produktivitas dan kewarasan bekerja dalam karantina

Apakah kita harus memilih atau sebetulnya kedua hal itu bisa dicapai?


Photo by Anastasiia Chepinska on Unsplash

Setelah dua bulan lebih (dipaksa) bekerja dari rumah, ternyata masih banyak dari kita yang belum lancar menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan bekerja. Hal ini bisa dimengerti mengingat kita semua secara fisik diminta terus berada di rumah selama 24 sehari dan 7 hari seminggu. Tidak ada lagi pemisahan yang jelas antara kantor dengan rumah.


CEO kami baru-baru ini menjelaskan prinsip dasar agar organisasi dapat beroperasi jarak-jauh secara produktif tanpa mengorbankan kewarasan pemilik usaha dan pekerjanya.


Namun ternyata para pekerja memiliki curahan hati lebih lanjut sampai mereka meminta agar kami para staf C4C mengadakan webinar khusus bawahan. Seusai webinar, saya sebagai middle manager (atasan iya, bawahan juga iya) tergugah untuk menulis blog ini.


Artikel ini saya tuliskan dengan empati penuh pada pekerja yang memiliki anak dan/atau anggota keluarga lain yang bergantung padanya. Percayalah, saya orang yang tepat untuk kalian tanyakan tips kewarasannya: anak saya tiga dan yang paling kecil baru saja lahir 6 bulan yang lalu.

Setiap pekerja memiliki situasi dan kondisi pribadi yang berbeda namun sama-sama menantang untuk bekerja di rumah. Selain itu, karena resesi ada di depan mata, kinerja kita juga tidak boleh kendor demi mengamankan keberlangsungan perusahaan. Karena itu saya tuliskan empat prinsip C4C yang bisa diaplikasikan pada perusahaan industri apapun dengan ukuran organisasi besar maupun kecil.

  1. Setiap proyek atau tugas harus ada “tuannya”. Meski kerja kelompok, harus ada ketua yang harus sanggup menjawab pertanyaan jika ada tim lain yang perlu info soal proyek tersebut.

  2. Tahu diri. Artinya, setiap orang harus tahu kecepatan kerja dirinya, tahu pada waktu kapan otaknya berputar lebih cepat, tahu kapan harus istirahat. Kalau memang ada yang bukan morning person, ya inilah saatnya Anda bekerja efektif di malam hari dan bangun siang. Selama Anda komunikatif dan tidak melewati tenggat waktu, kenapa tidak?

  3. Saatnya mandiri. Kalau sebelumnya tinggal tengok kanan-kiri untuk urusan remeh, sekarang saatnya untuk tahu kapan mesti colek virtual rekan kerja dan tahu kapan harus bisa riset dan ambil keputusan sendiri.

  4. Jika Anda adalah orang yang sudah gemas untuk keluar dari politik kantor, nah, episode kerja jarak-jauh ini mungkin bisa jadi titik terang. Anda bisa buktikan bahwa bukan rajin basa-basi dengan bos, tapi proses yang teratur dan hasil yang optimal yang bisa memajukan karir Anda.

Saat webinar lalu ada pertanyaan yang jawabannya mungkin akan berguna untuk ditiru,“Seperti apa baiknya jadwal harian seorang ibu atau bapak bekerja yang anaknya juga sekolah di rumah?” Nah ini jawabannya:


Photo by Picsea on Unsplash

6.00–6.30: bangun seperti biasanya ketika harus mengantar anak ke sekolah. Jika jalan pagi di lingkungan perumahan tidak memungkinkan, lakukan peregangan tubuh di rumah setidaknya 30 menit saja, dan lanjutkan dengan sarapan.


6.30–9.00 Gunakan waktu yang biasanya untuk bersiap dan perjalanan untuk mengerjakan tugas sekolah. Jangan lupa dokumentasikan PR anak untuk dikumpulkan ke gurunya. Jangan buka email kantor atau pesan dari bos dulu. Fokus dengan anak. Dalam 2–3 jam pasti bisa selesai tugas setidaknya 2 mata pelajaran.


9.00 Lakukan absensi sebagaimana yang ditentukan oleh tiap organisasi kalian. Konten yang harus kalian umumkan adalah: 3 tugas prioritas yang akan dikerjakan hari itu dan -hal yang akan kalian kerjakan juga jika ada waktu.


Di C4C, kami juga saling mengabari kondisi fisik mental kami di hari itu. Sesama rekan bisa menggunakan waktu ini untuk memberi semangat, tips atau bahkan menawarkan diri untuk membantu mengerjakan suatu tugas yang dirasa berat.


9.30–12.00 Kerja dengan pakaian yang paling nyaman, tetapi pastikan Anda selalu mandi pagi. Pasang musik atau hening, sesuaikan dengan selera Anda. Saya biasanya pasang instrumental seperti yang biasanya diputar di kafe untuk membangun suasana.



Photo by Aleksandar Cvetanovic on Unsplash

12.00–13.00 Saat jam makan siang, berhenti bekerja. Paksa tutup komputer dan tinggalkan ponsel di meja kerja. Bergabung kembali dengan keluarga Anda. Bisa nonton TV bersama sambil makan, setelah itu dampingi si kecil sampai ia lelap tidur siang. Jangan lupa minum kopi kesukaan Anda agar tidak ikut tertidur.


13.00–17.00 Setelah kerja sesiangan, cek kembali daftar tugas jika memang masih ada yang tidak bisa selesai di hari itu, cari jalan keluar: minta bantuan rekan lain atau minta atasan untuk undur tenggat waktu.


18.00–18.30 Begitu matahari terbenam, rehat dulu untuk makan malam bersama keluarga. Jika masih ada energi kerja, silakan lanjut setelah makan malam. Tetapi jangan jadikan ini kebiasaan. Umumkan “check out” ke tim kerja Anda, menandakan Anda tidak bisa diharapkan untuk merespon lagi sampai jam kerja esok dimulai.


Saat pamit, kami sarankan untuk cerita bagaimana hari Anda tadi. Termasuk jika situasi rumah kurang kondusif atau bahkan jika ada klien menyebalkan. Lagi-lagi jika ada satu tugas yang akan molor tidak bisa tercapai hari itu, jujur saja. Daripada ditagih lalu cari-cari alasan, lebih baik mengakui ketidaksanggupan agar bisa dicari solusi bersama tim.


Tiap Jumat, di C4C kami bertemu online lagi untuk saling mengabari kemajuan tiap proyek dan juga jika ada prospek klien baru. Demi menjaga semangat, kalau ada yang mencapai milestone kami rayakan bersama. Sebaliknya jika ada kegagalan, kita cari pembelajarannya tanpa menyalahkan si empunya proyek.


Jika ada prospek bisnis baru, kami biasanya kupas bersama apakah proyeknya memang masih di dalam ranah kapabilitas kami. Juga apakah masih ada tenaga untuk mengelola proyek itu? Bersyukur, atasan kami tidak rakus.


Tiap Senin, kami berkumpul lagi untuk buka kalender bersama melihat sesibuk apa kami Senin sampai Jumat minggu ini. Karena jadwal kami transparan, yang sedang lowong biasanya akan menawarkan diri untuk menerima delegasi tugas dari rekannya yang ekstra padat.



Photo by Yahdi Romelo on Unsplash

Satu hal terakhir yang saya ingin agar Anda terapkan segera adalah minimalkan notifikasi di ponsel. Hanya hidupkan notifikasi untuk pesan yang berasal keluarga inti dan rekan kerja satu tim. Selain itu, matikan juga notifikasi email. Ya, email kerja maupun pribadi hanya perlu dibuka setiap 3–4 jam sekali agar Anda bisa konsentrasi bekerja. Saat Anda tidur, matikan ponsel atau ubah menjadi mode pesawat.


Hidup dengan notifikasi minimum ini sudah saya praktikkan bertahun-tahun sebelum pandemi dan berhasil menurunkan tingkat kecemasan saya.

Semoga Anda dapat menerapkan saran ini bahkan setelah kembali bekerja di kantor. Transparansi beban kerja dan akuntabilitas pemegang proyek adalah dua hal kunci produktivitas dan kewarasan setiap pekerja, baik bawahan maupun atasan. Bukankah ini yang diidamkan semua orang?

2 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page